Pembangunan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dinilai memasuki masa kritis
karena berbagai permasalahan pemerintahan yang terjadi.
“Pada 2009 Aceh akan memasuki masa kritis disebabkan beberapa kondisi,
karena itu percepatan pembangunan harus dilakukan,” kata Wakil Ketua
Konsorsium Aceh Baru, T Kamaruzzaman, di Banda Aceh, Rabu [12/11] .
Didampingi
Ketua Konsorsium Aceh Baru, Otto Syamsuddin Ishak, Kamaruzzaman
mengatakan kondisi Aceh saat ini yang menuju kritis disebabkan
realisasi pembangunan yang bersumber dari APBA 2008 yang hanya mencapai
sekitar 15-20 persen sementara program pembangunan tidak berjalan
maksimal.
Selain
itu sehubungan dengan proses RAPBA 2009, DPRA telah melanggar
kesepakatan waktu yang merupakan komitmen antara eksekutif dan
legislatif Aceh sehingga dikhawatirkan pengesahan APBA 2009 juga akan
terlambat yang menganggu proses pembangunan.
Sementara
proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias akan berakhir pada April 2009, padahal
proses tersebut merupakan salah satu tulang punggung dan penggerak
utama dinamika pembangunan Aceh.
Berakhirnya
masa tugas BRR menjadi masalah tersendiri bagi Pemerintah Aceh yang
harus melanjutkan agenda rehabilitasi dan rekonstruksi yang belum
selesai dan harus mengelola dana yang begitu besar.
Menurut
dia, berbagai kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan
kesejahteraan masyarakat, maka jika Pemprov NAD tidak mengambil
kebijakan publik yang tepat akan berdampak terhadap kesejahteraan.
“Berdasarkan
analisa, kami berkesimpulan pembangunan di Aceh akan mengalami stagnasi
pada 2009 sementara beban baik program maupun anggaran semakin
meningkat,” katanya.
Dia
menambahkan, kondisi tersebut bukan hanya kesalahan eksekutif tapi juga
pihak yudikatif yang selama ini lebih berperan sebagai pengamat politik
bukan mengawasi kebijakan. Karena itu Pemerintah Aceh harus segera
mempersiapkan instrumen khusus untuk menjalankan percepatan pembangunan
2009-2012 sehingga dapat segera keluar dari kondisi kritis. ( ant )
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dinilai memasuki masa kritis
karena berbagai permasalahan pemerintahan yang terjadi.
“Pada 2009 Aceh akan memasuki masa kritis disebabkan beberapa kondisi,
karena itu percepatan pembangunan harus dilakukan,” kata Wakil Ketua
Konsorsium Aceh Baru, T Kamaruzzaman, di Banda Aceh, Rabu [12/11] .
Didampingi
Ketua Konsorsium Aceh Baru, Otto Syamsuddin Ishak, Kamaruzzaman
mengatakan kondisi Aceh saat ini yang menuju kritis disebabkan
realisasi pembangunan yang bersumber dari APBA 2008 yang hanya mencapai
sekitar 15-20 persen sementara program pembangunan tidak berjalan
maksimal.
Selain
itu sehubungan dengan proses RAPBA 2009, DPRA telah melanggar
kesepakatan waktu yang merupakan komitmen antara eksekutif dan
legislatif Aceh sehingga dikhawatirkan pengesahan APBA 2009 juga akan
terlambat yang menganggu proses pembangunan.
Sementara
proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias akan berakhir pada April 2009, padahal
proses tersebut merupakan salah satu tulang punggung dan penggerak
utama dinamika pembangunan Aceh.
Berakhirnya
masa tugas BRR menjadi masalah tersendiri bagi Pemerintah Aceh yang
harus melanjutkan agenda rehabilitasi dan rekonstruksi yang belum
selesai dan harus mengelola dana yang begitu besar.
Menurut
dia, berbagai kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan
kesejahteraan masyarakat, maka jika Pemprov NAD tidak mengambil
kebijakan publik yang tepat akan berdampak terhadap kesejahteraan.
“Berdasarkan
analisa, kami berkesimpulan pembangunan di Aceh akan mengalami stagnasi
pada 2009 sementara beban baik program maupun anggaran semakin
meningkat,” katanya.
Dia
menambahkan, kondisi tersebut bukan hanya kesalahan eksekutif tapi juga
pihak yudikatif yang selama ini lebih berperan sebagai pengamat politik
bukan mengawasi kebijakan. Karena itu Pemerintah Aceh harus segera
mempersiapkan instrumen khusus untuk menjalankan percepatan pembangunan
2009-2012 sehingga dapat segera keluar dari kondisi kritis. ( ant )